Rabu, 06 Juni 2018

Suatu Ketika Pada Berbuka Puasa


OLEH ARIZUNA ZUKIRAMA
RABU, 15 JULI 2015
"Bangun, Mas..." Linn mengguncang-guncang
tubuh Zuck.
Zuck membuka mata. Diliriknya jam di dinding,
masih seperti kemarin, jam 03.40. Ia segera
bangkit dari tempat tidur, mengambil handuk
dan bersiap ke kamar mandi. Tapi dilihatnya
Linn justru tertidur kembali.
"Duh ini gimana. Kok malah tidur lagi?" Zuck
geleng-geleng tak mengerti. "Bangun, Sayang.
Sahur."
Linn menggeliat manja. "Linn kan nungguin
dibangunin sama Mas."
"Lah bukannya tadi udah bangun duluan?"
"Hooaammm..." Linn menguap lebar. Kelelawar
berterbangan dari dalamnya. Aroma naga
memenuhi seantero kamar. Zuck membekap
mulut dan hidungnya.
Linn bangkit dari tidurnya. Duduk ditepi
ranjang. "Tadi aku bangunin Mas supaya Mas
bangunin aku. Kan biasanya Mas yang
bangunin aku. Yee.. Pura-pura lupa nih..."
"Jiah... Mending kita bertengkar aja yuk.
Nggak usah sahur!"
"Kan? Dikit dikit ngambek. Gak dewasa.
Berubah dong, Mas. Temen-temennya Mas aja
udah pada berubah...
"Kok jadi banding-bandingin gitu?!" penggal
Zuck dengan wajah bete.
Linn tertunduk. "Tapi emang bener kok. Jabon
aja sekarang udah berubah jadi alim. Sudrun
juga udah jadi anggota dewan. Nah Mas..."
Linn mengangkat wajah, menatap sendu
suaminya. "Dari dulu ga pernah berubah, selalu
aja ganteng..."
"Hih! Pagi-pagi..." Zuck mengacak-acak
rambut Linn. "Sebenarnya aku juga heran sih,
Mbal. Biasanya, bayi-bayi itu kalau lahir
langsung nangis ya kan, Beb, kan? Lhah aku
kata Ibuku, begitu dilahirkan langsung ganteng
masa?" jelas Zuck sambil menganggkat bahu.
Linn meletin lidah ke arah Zuck. Zuck ngakak
berderai. Pagi yang dingin. Namun tetap
hangat.
*******
Sorenya. Selepas sholat ashar.
"Kita ndak usah masak ya, Mas. Tadi temen
SD aku nelpon, ngundang kita buka bersama di
restoran Karomah?" kata Linn sambil menyisir
rambutnya di depan meja rias.
"Ga usah aja deh, Sayang. Ga penting juga,"
jawab Zuck singkat.
"Kenapa? Sekalian silaturrahmi lho, Mas."
"Silaturrahminya ntar aja pas lebaran."
Linn diam dengan muka menyungut. Ia terlihat
kecewa atas keputusan Zuck. Sisir
diletakannya dengan gerakan serampangan.
Zuck mendekati Linn. Dipeluk istrinya itu dari
belakang. Terseyum geli melihat wajah istrinya
yang merengut di cermin.
"Merengut aja tetep manis. Gak takut, kalau
ikut buka bersama nanti dimakan sama
mereka? Haha..."
Nggak ngaruh. Linn tetap cemberut di
tempatnya. Zuck melepas pelukannya.
Diambilnya sisir yang tadi dipakai Linn,
kemudian rambut istrinya disisirin hati-hati.
"Aku memang kurang suka acara-acara seperti
itu. Sering gara-gara mengutamakan hal yang
nggak penting, hal yang penting justu
terabaikan. Pernah lho Sayang, aku buka puasa
bareng di sebuah restoran gitu, iuarannya
mahal, menunya enak-enak, pelayannya cantik,
makan sekenyangnya, habis makan masih
ngemil, sambil asik ngobrol-ngobrol, hingga
tau-tau udah adzan isya! Jadinya sholat magrib
terabaikan. Percuma kan puasa kalau seperti
itu? Jadi ga usah aja ya, Beb," jelas Zuck.
"Selain itu aku juga nggak punya duit."
Linn tersenyum kesal. "Dasar. Ngomong nggak
punya duit aja pake muter-muter."
"Mendingan sekarang kita masak aja gimana?
Masak nasi aja. Kan sayur sahurnya masih ada,
tinggal dipanasin."
"Dibantuin kan, Mas?"
"Yaiyalah. Sayang bagian nyuci beras, dibilas
sampai bersih, trus masukin ke mejikom. Aku
bagian nyolokin listriknya."
Linn melirik tajam. "Ntar abis buka puasa
berantem ya. Catet!"
"Haha, yaudah. Sayang masak nasi, aku goreng
telur. Telur mata sapi spesial buat dirimu.
Mau?"
"Hehe.. Mau banget, Mas. Kalau bisa telur
mata sapinya yang tatapannya lembut kayak
tatapanku gini. Trus nggak juling."
Zuck garuk-garuk rambut. Kepalanya tiba-tiba
serasa banyak ketombenya. "Kayaknya
berantem beneran deh nanti ini."
"Haha. Yaudah, aku rikues telur mata hati saja,
Mas."
"Oke sip. Kalau sambil ditemani Sayang gini,
goreng telurnya nanti berbentuk hati."
Acara masak memasak nasipun berlangsung
lama dan gak manusiawi. Kebanyakan
becandanya sih. Sampai-sampai sayur sisa
sahur yang belum diangetin, panas sendiri
menyaksikan kemesraan mereka.
Dan tanpa terasa bedug buka puasa telah
berbunyi.
"Alhamdulillah sudah waktunya berbuka.
Diawali dengan yang manis-manis dulu ya,
Mas," ucap Linn seraya menuangkan es sirup
dan disodorkan segelas untuk suaminya.
"Bukan gitu, Sayang. Yang benar tuh diawali
dengan Bismillah dulu."
"Terserah Masnya aja deh. Cape ngomong
sama tutup limun!"
Zuck menengadahkan kedua tangan, membaca
do'a berbuka puasa. Sementara Linn meng-
Aamiin-kan perlahan.
Dan berdoa selesai. Tapi Zuck tak
menghiraukan es sirup di hadapannya. Ia
malah menatap Linn, wajah istrinya itu
dipandanginya dengan lembut dan cukup lama.
"Apaan sih ih. Norak," ucap Linn menahan
senyum.
Zuck tertawa kecil. Kemudian meraih gelas
sirup dihadapannya dan diteguknya hingga
setengah. Baginya, semanis-manisnya sirup
buka puasa, tak akan bisa menandingi
manisnya wajah Linn. Pret!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar